Sanubari Teduh – Berjalan di Jalan Tengah dan Bersumbangsih Tanpa Pamrih

 

Saudara se-Dharma sekalian, kehidupan sehari-hari kita terasa amat datar  tanpa sesuatu yang khusus. Sesungguhnya itu berarti kita berada dalam kondisi sehat dan penuh berkah. Makhluk awam berpandangan keliru. Mereka menganggap sesuatu di dunia bersifat kekal, membahagiakan, nyata dan suci. Mereka melekat pada keberadaan dan membuat banyak pembedaan terhadap segala sesuatu di dunia. Karena itu, muncullah konflik dan perselisihan. Demikianlah makhluk awam.

 

Sedangkan diantara praktisi spritual, para Sravaka dan Prattekabuddha hanya mencari kesucian pribadi. Mereka telah menembus kebenaran dan menyadari bahwa reputasi, keuntungan, keinginan dan lain-lain, semuanya bersifat kosong dan tanpa inti. Karena semuanya kosong, mereka berpikir, “ karena semuanya bersifat kosong, apalah yang hendak di capai.” Bagai mereka segala sesuatu adalah kosong. Inilah kekeliruan dua kereta.

 

Kemelekatan terhadap keberadaan maupun kekosongan tidaklah bermanfaat bagi kita yang berlatih di jalan Buddha. Karena dengan kemelekatan itu, kita tak akan mencapai kebuddhaan. Meski kita telah bertekad dan membangun ikrar, selamanya kita tak akan mencapainya. Karena itu setelah berikrar,  kita harus menapaki jalan Bodhisattva. Untuk melakukannya, kita perlu terjun ke tengah-tengah masyarakat dan bersumbangsih bagi orang banyak. Oleh karena itu, kita harus bersumbangsih tanpa pamrih dan senantiasa mendedikasikan diri.  Karena sadar bahwa kita harus tanpa pamrih, dan memang tidak ada yang perlu di cari, maka sumbangsih kita adalah tanpa ekpektasi. Dengan demikian kita akan melekat pada kekosongan.

 

Kita telah memahami bahwa praktik dana, disiplin moral, kesabaran, semangat, konsentrasi, kebijaksanaan, semuanya adalah demi semua makhluk. Karena itu kita harus berdana jika memiliki kemampuan seperti harta, maka ketika melihat orang lain menderita, kita harus bersumbangsih dan berdana. Dalam berlatih di jalan Buddha, kita juga harus menjalankan sila yang ditetapkan oleh Buddha, menunaikan kewajiban kita dengan baik, serta menaati peraturan. Dengan begitu kita tak akan menyimpang dan selalu sejalan dengan norma. Dalam berlatih di jalan Buddha, kita harus menyayangi diri sendiri. Menaati sila berarti menyayangi diri sendiri. Kita juga harus melatih kesabaran.

 

Di dunia ini, dimana-mana terdapat banyak perangkap. Dalam hubungan antarmanusia tidak semua yang tidak kita dengar. Yang kita lihatpun tak selalu yang kita suka. Karena itu kita harus melatih kesabaran. Apapun yang kita dengar, lihat, atau apapun masalah yang kita temui,  kita harus melatih kesabaran. Selain kesabaran, kita pun harus maju dengan penuh semangat. Karena kita telah bertekad dan membangun ikrar, maka tekad yang telah kita buat ini  haruslah teguh. Karena itu saya sering berkata bahwa kita harus mengenggam saat ini dan mempertahankan niat baik yang timbul. Setelah bertekad, kita perlu mempertahankannya selamanya, barulah tekad ini tidak akan goyah dan kita mampu berjalan di jalan Bodhisattva dengan teguh. Inilah ketekunan dan semangat.

 

Dengan Empat Paramita pertama tadi, barulah pikiran kita dapat tenang dan teguh. Dengan begitu, barulah kebijaksanaan muncul. Semua ini adalah metode pelatihan. Hidup di dunia ini, kita harus terjun ke tengah-tengah masyarakat, barulah berkesempatan untuk benar-benar memahami ajaran Buddha. Jadi, dunia ini adalah ladang pelatihan kita. Semua orang adalah jodoh pendukung kita. Pelatihan diri membutuhkan jodoh pendukung. Jodoh pendukung ini ada yang sesuai harapan, adapula yang tidak. Ditengah kondisi yang sesuai harapan, kita harus memperteguh tekad dan tidak terbuai oleh kondisi ini, sedangkan dalam kondisi tak sesuai harapan, kita juga haus tetap teguh dan senantiasa meningkatkan kewaspadaan. Intinya, dalam kondisi apa pun, segala yang kita hadapi di masyarakat  merupakan pendukung pencapain kita, tergantung bagaimana kita memanfaatkannya. Dengan demikian, segala kondisi itu tidak akan membuat pikiran kita bergejolak. Baik dalam kondisi gembira maupun menderita. Kita tak akan pernah terpengaruh. Meski kita melihat begitu banyak ketidakkekalan, dan dikatakan bahwa tiada kebahagiaan sejati, juga tiada yang disebut “aku” yang sejati, namun jika “aku” memng tidak ada.  Bagaimana kita melatih diri? namun”aku” di sini adalah “aku” yang luas, yakni yang merupakan satu kesatuan dengan semua makhluk di dunia. Karena itu, saya sering berkata, kita turut merasa sakit saat orang lain terluka dan merasa iba saat orang lan menderita. Jadi, ini semua juga tak lepas dari “aku”. Yang dapat bersumbangsih dan memahami penderitaan makhluk lain juga adalah “aku”, hanya saja kita tak melekat pada keakuan ini. Dengan begini, kita baru dapat berjalan di Jalan Tengah.

 

Berlatih di jalan Buddha haruslah terjun ke masyarakat, berjalan di Jalan Tengah, dan bersumbangsih tanpa pamrih. Dengan demikian, tidak akan melekat pada keberadaan dan terjerumus dalam noda batin, pun tidak akan melekat pada kekosongan sehingga berlatih dengan menutup diri. Kebijaksanaan yang murni akan terpancar dengan dengan sendirinya.

 

Berlatih di jalan Buddha berarti berusaha mencapai kebijaksanaan yang menembus kebenaran di balik segala sesuatu dan menjaga kejernihan pikiran agar tidak diliputi oleh noda batin dan tidak tergoyahkan oleh kondisi luar.

 

Berlatih di jalan Buddha haruslah senantiasa ingat membalas budi, yakni membalas budi Buddha, orang tua, semua makhluk. Dan segala sesuatu di dunia. Semakin banyak bersumbangsih, kita akan semakin memahami kebenaran ajaran Buddha.

 

Karena itu dalam kehidupan sehari-hari, dengan mengasihi diri sendiri dan bersumbangsih, berarti kita tengah membalas budi dan bersyukur. Dalam kehidupan sehari-hari, tidaklah sulit untuk memahami pengetahuan menyeluruh. Saudara sekalian, dalam kehidupan sehari-hari, kita harus lebih bersungguh-sungguh. Dalam memahami kekekalan, kebahagiaan, aku dan kesucian, kita semua harus lebih bersungguh-sungguh.

 

 

Demikianlah diintisarikan dari   Sanubari Teduh – Berjalan di Jalan Tengah dan Bersumbangsih Tanpa Pamrih – 065 https://youtu.be/dXAuN7poqqI

 

 

 

Sanubari Teduh : Disiarkan di Stasiun Televisi Cinta Kasih DAAITV INDONESIA :
Setiap Minggu 05.30 WIB ; Tayang ulang: Sabtu 05.30 WIB

Channel  Jakarta 59 UHF, Medan 49 UHF
TV Online : https://www.mivo.com/#/live/daaitv

GATHA PELIMPAHAN JASA
Semoga mengikis habis Tiga Rintangan
Semoga memperoleh kebijaksanaan dan memahami kebenaran
Semoga seluruh rintangan lenyap adanya
Dari kehidupan ke kehidupan senantiasa berjalan di Jalan Bodhisattva