Sanubari Teduh – Kekekalan dan Ketidakkekalan
Saudara se-Dharma sekalian, setiap pagi di waktu ini kita merasakan suasana yang sama. Meski sama-sama disebut pagi hari, namun waktu yang sama tak pernah kembali. Pagi hari ini bukanlah kemarin. Pagi hari esok juga tidak sama dengan pagi hari ini. Demikian pula, segala sesuatu di dunia ini telah mengalami proses perubahan, terbentuk, berlangsung, berubah, lenyap. Tubuh manusia juga mengalami fase lahir, tua, sakit, dan mati. Ini menunjukkan bahwa unsur-unsur pembentuk berproses dalam tingkatan yang sangat halus baik pada makhluk hidup maupun bukan. Dengan kata lain, segala sesuatu di dunia ini, mengalami prinsip kebenaran yang sama, terus terkena proses perubahan. Tiada yang tiada berubah. Inilah ajaran Buddha pada kita. Namun orang awan dan praktisi spritual memiliki cara pandang yang berbeda. Orang awam tentu saja tidak menerima ajaran Buddha dan terus terjebak dalam kelahiran kembali. Mereka mengikuti pengaruh masyarakat dan tidak menerima ajaran Buddha. Karena itu, mereka melekat pada berbagai fenomena di dunia. Mereka melekat pada pandangan kekekalan. Ketika Buddha mengajarkan ketidakkekalan, makhluk awam malah percaya pada kekekalan.
Di dunia adakah kebahagiaan sejati ? Buddha juga mengajarkan kita bahwa karena tidak kekal, maka tiada sesuatu pun yang menjadi milik kita. Apa yang bisa membawa kesenangan ? Tidak ada. Namun, makhluk awam percaya sebaliknya. Mereka mencari kesenangan. Banyak yang menjalani pola hidup salah dan hanya bersenang-senang sepanjang malam tanpa pernah sadar. Demikianlah kegelapan batin makhluk awam. Meski memiliki keluarga yang bahagia dan orang tua yang mengasihi mereka, namun para anak muda malah mudah terpengaruh kondisi luar.
Setiap kita dapat mendengar banyaknya ratapan penderitaan. Betapa banyak orang di seluruh dunia yang kelaparan akibat kekeringan. Betapa banyak orang yang hidup kekurangan dan yang miskin sekaligus sakit. Sungguh banyak. Lalu dimanakah kebahagiaan ? sesungguhnya tidak ada. Begitu banyak bencana di dunia ini. Karena itu kita harus selalu meningkatkan kewaspadaan dan tidak disesatkan kondisi dunia maupun terbuai oleh godaan kesenangan duniawi.
Dengan menyadari tidak kekalnya kehidupan, tidak terjerumus dalam pandangan keliru atau tenggelam dalam kesenangan duniawi, barulah dapat memperoleh kebahagiaan sejati.
Berikutnya, tentang inti diri atau “aku”, Buddha mengajarkan tentang “tanpa aku”. Manakah “ aku “ yang sesungguhnya? Apakah yang kemaren adalah “aku”? Tubuh yang kita miliki ini senantiasa bermetabolisme dan berubah. Karena itu, kita mengalami lahir, tua, sakit dan mati. Anda yang dulu baru dilahirkan beberapa puluh tahun lalu, jika dilihat dalam foto, apakah sama dengan yang sekarang ? Dari masa muda hingga masa tua, kapankah perubahan itu terjadi ? kita tidak menyadarinya. Sesungguhnya kita berubah setiap detik. Perubahan ini tak pernah berhenti. Selama kita adalah orang yang sehat, dan tubuh kita berada dalam keseimbangan, setiap saat kita akan mengalami metabolisme dan terus berproses. Jadi, inilah ketidakkekalan. Sesuatu yang terdekat dengan diri kita, tanpa kita sadari, terdapat proses pertumbuhan jasmani. Proses perubahan ini tidak kita sadari. Jadi, dimanakah “aku” yang sesungguhnya yang tidak pernah berubah? Karena tubuh ini senatiasa berubah dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa muda, setengah baya, hingga tua, lalu dimanakah atau kapankah “aku” itu ada ? Inilah “tanpa aku”.
Berlatih di jalan Buddha berari harus sadar bahwa segala sesuatu di dunia hanyalah perpaduan semu unsur-unsur. Dengan memahami ketanpaakuan ini, seseorang akan dapat mencapai pembebasan.
Saudara sekalian, Buddha mengatakan bahwa sesungguhnya tiada yang dapat disebut “aku”. Pun tiada yang suci dalam tubuh ini. Coba kalian pikirkan tentang tubuh ini. Saat kita berkunjung ke rumah sakit, coba renungkan tubuh siapakah yang suci dan bersih. Terlebih jika kita mengamati ke dalam diri, Sesungguhnya seberapa bersihkah tubuh kita? Tubuh kita juga tidaklah bersih. Kotoran yang kita buang setiap harinya sungguh berbau tidak sedap. Namun, jika pembuangan ini tidak lancar, maka akn menimbulkan penyakit.
Ditengah kebenaran akan tiadanya “ aku” ini, makhluk awam malah melekat pada aku yang semu. Karena itu mereka sering berseteru. Perseturuan ini membawa malapetaka. Semua ini akibat pandangan keakuan. Tubuh yang tidak suci ini kita anggap sebagai sesuatu yang suci sehingga terus kita bela dan lekati. Dengan adanya tubuh ini, makhluk awam menciptakan banyak karma buruk demikianlah makhluk awam.
Makhluk awam melekat pada eksistensi, menggangap bahwa segala sesuatu di dunia bersifat kekal, membahagiakan, nyata dan suci sehingga terjerumus dalam empat macam kekeliruan dan menciptakan karma buruk yang tak terhingga.
Makhluk awam memiliki empat pandangan keliru. Memandang yang tidak kekal sebagia kekal, memandang yang bukan”aku” sebagai “aku”, memandang kebahagiaan semu sebagai kebahagiaan sejati, dan memandang yang tidak suci sebagai yang suci. Kekekalan, kebahagiaan, aku dan kesucian merupakan kemelekatan yang keliru, disebut empat kekeliruan makhluk awam. Semoga semua dapat meresapi kebenaran dari empat hal yang sederhana ini. Ini adalah kebenaran sejati kehidupan. Mari semua senantiasa bersungguh-sungguh.
Demikianlah diintisarikan dari Sanubari Teduh – Kekekalan dan Ketidakkekalan (063) https://youtu.be/qvE3ub0SzKw
Sanubari Teduh : Disiarkan di Stasiun Televisi Cinta Kasih DAAITV INDONESIA :
Setiap Minggu 05.30 WIB ; Tayang ulang: Sabtu 05.30 WIB
Channel Jakarta 59 UHF, Medan 49 UHF
TV Online : https://www.mivo.com/#/live/daaitv
GATHA PELIMPAHAN JASA
Semoga mengikis habis Tiga Rintangan
Semoga memperoleh kebijaksanaan dan memahami kebenaran
Semoga seluruh rintangan lenyap adanya
Dari kehidupan ke kehidupan senantiasa berjalan di Jalan Bodhisattva