Sanubari Teduh – Kekekalan, Kebahagian, Aku, Kesucian
Saudara se-Dharma sekalian, saat kita duduk dengan tenang, pernahkah merasakan bahwa pagi dan malam silih berganti tanpa henti, dan waktu terus berjalan ? Pagi dan malam sambung menyambung. Pergantian siang dan malam ini terus berjalan seiring bergulirnya waktu. Jadi, adakah saat yang kekal di dunia ? Semuanya sungguh-sungguh tidak kekal. Semua makhluk hidup, waktu dan cuaca di dunia berpadu dengan sangat tepat dan sesuai. Inilah yang disebut keselarasan. Waktu, musim, siang dan malam, bergulir dengan begitu alami.
Sesungguhnya keselarasan yang ada di alam semesta ini juga perlu ada pada setiap individu. Bagi setiap manusia tubuhnya masing-masing merupakan sebuah semesta, yaitu dunia mikro pada tubuhnya sendiri. Dan tubuh kita ini juga mengalami hal yang sama, tak henti-hentinya berproses dan berubah. Jika semua dalam diri kita berpadu selaras, maka tubuhpun akan menjadi sangat sehat dan akan berproses mengikuti jangka waktunya. Tubuh fisik ini juga memiliki unsur waktu. Semua unsur dalam tubuh kita harus dapat berpadu dengan sesuai terhadap unsur waktunya. Kondisi itulah yang disebut sehat. Sebaliknya, jika segalanya tak berpadu serasi, maka kita akan jatuh sakit. Kondisi sehat dan selaras ini, semuanya terdapat dalam rentang proses lahir, tua, sakit dan mati, sama dengan perpaduan unsur di alam semesta yang juga mengalami fase terbentuk, berlangsung, rusak, hancur. Meski begitu kita harus benar-benar menjaga tubuh agar segalanya berjalan selaras. Meski tubuh berproses mengikuti hukum alam, kita tetap harus sering memerhatikan agar unsur-unsur didalamnya tetap selaras. Karena itu, Buddha sering mengajarkan pada kita tentang hakikat kekekalan, kebahagiaan, inti diri, kesucian.
Makhluk awam penuh kemelekatan, menggangap segala sesuatu yang tidak kekal, tidak nyata dan senantiasa berubah sebagai kekal, nyata dan tak berubah. Karena itu timbullah empat kekeliruan makhluk awam.
Empat Kekeliruan makhluk awam:
- Memandang yang tidak kekal sebagai kekal
- Memandang kebahagiaan semu sebagai kebahagiaan sejati
- Memandang yang bukan aku sebagai aku
- Memandang yang tidak suci sebagai suci
Makhluk awam melekat pada keberadaan, menganggap segala sesuatu di dunia bersifat kekal, memiliki inti, membawa kebahagiaan dan suci. Karena itu mereka terus menerus mengejar semuanya dan menciptakan karma buruk yang tak terhingga. Jika kekeliruan ini dapat diarahkan kepada pandangan benar, maka kebijaksanaan murni akan terpancar.
Mereka yang bergantung pada ajaran Buddha hingga memahami kebenaran akan penderitaan, penderitaan, sebab penderitaan, akhir penderitaa, dan dan jalan menuju akhir penderitaan disebut prakttisi Sravakayana.
Empat Kekeliruan makhluk awam ditambah empat kekeliruan dua kereta disebut delapan kekeliruan.
Empat kekeliruan dua kereta :
- Melekat pada ketidakkekalan
- Melekat pada tidak adanya kebahagiaan
- Melekat pada ketanpaakauan
- Melekat pada tiadanya sesuatu yang suci
Kedua kereta melekat pada kekosongan, sehingga mereka berpendapat tiada ketidakkekalan, kebahagiaan, aku, kesucian. Kondisi Nirvana mereka anggap sebagai ketiadaan. Yang mereka lakukan hanyalah melatih diri masing-masing. Tujuan pelatihan diri mereka adalah memurnikan diri sendiri. Karena itu, mereka mengejar tingkatan Buddha dan Bodhisattva, sebab bagi mereka semua itu tidak ada. “Adakah tingkatan yang lebih tinggi?” “ Tidak ada “ Jad mereka melekat pada kekosongan. Makhluk awam menggangap semuanya nyata, sehingga demi mengejarnya segalnya, mereka banyak menderita. Bodhisattva tidak mengharapkan imbalan. “ Karena melihat makhluk hidup menderita, maka aku bersumbangsih, hatipun menjadi tentram dan bersukacita.” Ketentraman hati dan rasa sukacita ini adalah kondisi hati Bodhisattva. Apakah termasuk “ada”? Ya ada. Setiap kali kita bersumbangsih tanpa mengharapkan apapun, yang di dapat hanyalah hati yang bersukacita.
Berlatih di jalan Buddha haruslah terjun ke tengah masyarakat, mempraktikkan jalan tengah, dan bersumbangsih tanpa pamrih. Dengan demikian, tak akan melekat pada keberadaan dan terjerumus dalam kerisauan maupun melekat pada kekosongan sehingga berlatih menutup diri.
Jadi, Bodhisattva harus menghapus delapan kekeliruan. Delapan kekeliruan yang dimaksud adalah pandangan keliru makhluk awam dan dua kereta, yakni 4 kekeliruan atas keberadaan dan 4 kekeliruan atas kekosongan. Sesungguhnya, semua berkenaan dengan kekekalan, kebahagiaan, aku dan kesucian. Jadi, harap kita semua setiap hari senantiasa mawas diri. Waktu tak hentinya berlalu, siang dan malam silih berganti. Waktu dan cuaca tak pernah bertahan selamanya. Begitupula dengan tubuh kita. Harap semua senantiasa bersungguh-sungguh.
Demikianlah diintisarikan dari Sanubari Teduh – Kekekalan, Kebahagian, Aku, Kesucian – 064 https://youtu.be/-d5qXvvQkBo
Sanubari Teduh : Disiarkan di Stasiun Televisi Cinta Kasih DAAITV INDONESIA :
Setiap Minggu 05.30 WIB ; Tayang ulang: Sabtu 05.30 WIB
Channel Jakarta 59 UHF, Medan 49 UHF
TV Online : https://www.mivo.com/#/live/daaitv
GATHA PELIMPAHAN JASA
Semoga mengikis habis Tiga Rintangan
Semoga memperoleh kebijaksanaan dan memahami kebenaran
Semoga seluruh rintangan lenyap adanya
Dari kehidupan ke kehidupan senantiasa berjalan di Jalan Bodhisattva