Sanubari Teduh – Delapan Kekeliruan Bagian 2 (196)
Video Youtube : https://youtu.be/I-nGIwlEpjU
Saudara se-Dharma sekalian, dengan adanya perubahan iklim, pola hidup manusia juga banyak berubah. Jadi, Buddha mengajarkan kepada kita untuk tanggap terhadap perubahan dan memberi ajaran sesuai kondisi yang ada. Inilah pendidikan bijaksana dari Buddha. Sayangnya makluk awam diliputi kekeliruan. Dalam mempelajari ajaran Buddha, adakalanya mereka melekat pada point tertentu, sehingga tidak mampu melihat lebih luas tentang inti ajaran yang Buddha berikan. Akibatnya mereka mudah menyimpang.
Mereka yang menganggap yang tidak kekal sebagai yang kekal, mengenai hal ini kita semua tahu segala sesuatu di dunia adalah fenomena terkondisi. Fenomena terkondisi bersifat tidak kekal, maya dan tidak nyata. Tiada suatu benda pun abadi, tetapi makhluk awam malah melekat pada kekalan. “ Ini punyaku” Apa yang di sebut fenomena berkondisi ? Sesuatu yang melibatkan aktivitas. Segala sesuatu di dunia yang dapat dikondisikan pasti bisa berubah. Benda yang dapat di kondisikan lewat aktivitas kita ini adalah fenomena yang tidak kekal. Begitupula pada pada benda-benda yang alami. Meski rumput yang sudah dibersihkan, ia dapat tumbuh kembali. Saat kita menanam bunga atau pohon, kita berharap ia dapat tumbuh dan berbuah. Setelah berbuah ia akan layu dan akan tumbuh kembali sesuai kondisi yang ada. Akan tetapi, jika kondisi tidak memungkinkan, ia tidak akan tumbuh. Jadi, tidak selamanya ia berada dalam kondisi tetap. Intinya ia juga tidak kekal. Terlebih lagi segala sesuatu di alam terus berubah secara alami.
Kekeliruan berikutnya menganggap yang bukan kebahagiaan sebagai kebahagiaan. Mengenai hal ini, apakah kebahagiaan sejati di dunia ? Sebagiaan kebahagiaan di dunia hanyalah ilusi dari lima nafsu keinginan. Mengenai nafsu, dikatakan bahwa ketamakan bagaikan api, nafsu keinginan bagai samudra. Ada sebuah ungkapan berbunyi, “Saat sungai keinginan bergejolak, omak lautan penderitaan akan bergelora. “ Nafsu keinginan ini tak terbatas. Ada lima jenis keinginan yakni nafsu terhadap rupa, suara, aroma, rasa dan sentuhan. Dalam kehidupan sehari-hari, yang paling dapat menjerumuskan kita pada kekeliruan adalah lima faktor ini. Jadi, segala sesuatu di dunia pada dasarnya adalah maya dan tidak kekal. Tetapi kita malah melekat terhadapnya. Akibatnya kita menderita. Ini karena menganggap yang bukan kebahagiaan sebagai kebahagiaan. Kesenangan dari lima nafsu keinginan mengundang berbagai sebab penderitaan.
Selanjutnya menganggap “ Bukan aku “ sebagai “aku”. Saudara sekalian mengenai “Aku” , sesungguhnya dimana “aku” ini berada ? Kita menyebut diri sendiri sebagai “Aku” Ini tak lain hanya sebuah kata ganti. Kata ganti ini pun tak selamanya sama. Anda menyebut diri anda sebagai “Aku” begipula dengan saya. Jadi sesungguhnya yang “aku” adalh diri anda ataukah diri saya ataukah diri orang lain ? Orang lain juga menyebutnya dirinya “aku”, begipula dengan saya. Jadi, yang sesungguhnya, yang “aku” adalah diri anda ataukah diri saya. Ataukah diri orang lain ? Orang lain juga menyebut dirinya “aku” . Jadi, dia yang “aku” atau saya yang “aku” ? Ini sesungguhnya hanya kata ganti. Akan tetapi manusia selalu memperhitungkan “aku” ini. Manusia menganggap yang “bukan aku” sebagai “aku”. Kita memiliki tubuh. Tubuh hanyalah perpaduan semu empat unsur. Kita menyebut diri ini sebagai “aku”. Sesungguhnya tubuh kita hanya perpaduan empat unsur tetapi tiada orang yang memahaminya. Apa itu empat unsur ? “Tanah, air api, angin” akan tetapi kita hanya tahu istilahnya saja belum dapat memahami kebenaran di dalamnya. Karena belum memahami sepenuh hati, maka kita menganggap yang “bukan aku” sebagai ”aku”. Kita tidak ingat akan perpaduan empat unsur dan bahwa sesungguhnya tiada “Aku” yang sejati. Makhluk awam tak memiliki “Aku” yang sejati. Masing-masing dari empat unsur juga memiliki nama sendiri. Jadi kita harus lebih memahami bahwa dalam hidup ini tiada “ aku” yan sejati. Jadi “aku “ tak bisa digenggam. Kapanpun diri kita selalu berubah dan berproses. Tak satu saat pun diri ini tetap tak berubah.
Berikutnya adalah menganggap yang tidak suci sebagai suci. Seberapa sucikah diri kita ? Sedikitpun tidak suci. Sembilan lubang pada tubuh selalu mengeluarkan kotoran. Kita mengira tubuh kita dan tubuh orang lain sangat bersih.
Saudara sekalian dalam kehidupan sehari-hari, kita harus merenungkan tubuh kita ini. Kita harus merenungkan seperti apa tubuh kita sesungguhnya. Apanyanya yang perlu kita lekati ? Jadi, saudara sekalian, berhubung kita telah bertekad melatih diri di dalam ajaran Buddha, maka kita harus selalu bersungguh hati.
Demikianlah diintisarikan dari Video Sanubari Teduh – Delapan Kekeliruan Bagian 2 (196) https://youtu.be/I-nGIwlEpjU
Sanubari Teduh : Disiarkan di Stasiun Televisi Cinta Kasih DAAITV INDONESIA : Setiap Minggu 05.30 WIB ; Tayang ulang: Sabtu 05.30 WIB
Channel Jakarta 59 UHF, Medan 49 UHF
TV Online : https://www.mivo.com/#/live/daaitv
GATHA PELIMPAHAN JASA
Semoga mengikis habis Tiga Rintangan
Semoga memperoleh kebijaksanaan dan memahami kebenaran
Semoga seluruh rintangan lenyap adanya
Dari kehidupan ke kehidupan senantiasa berjalan di Jalan Bodhisattva