Sanubari Teduh – Empat Jenis Pengamatan – Bagian 2 (336)

Lebih lanjut, membangkitkan empat jenis pengamatan sebagai metode terampil untuk memadamkan kesalahan.

Apakah Empat itu ?

Pertama, mengamati sebab akibat,

Kedua, mengamati buah dan akibat,

Ketiga, mengamati tubuh diri sendiri,

Keempat, mengamati tubuh Tathagata.

Saudara se-Dharma sekalian, setiap hari saya mengingatkan kalian semua bahwa kita harus mawas diri dan tulus. Terhadap pandangan hukum sebab akibat, kita harus sangat memperhatikan. Kita sudah membahas tentang Sebab dan kondisi.  Kita harus mengutamakan hukum sebab akibat. Sederhananya di sebut jalinan jodoh. Jika kita menanam benih yang baik, kita akan mendapat buah yang baik pula. Menanam labu akan menuai labu, menanam kacang akan menuai kacang. Ini adalah hukum alam. Kita sudah mengetahuinya. Hukum ini sama sekali tidak akan salah. Jika berbuat baik, kita pasti mendapat berkah. Jika berbuat jahat, kita pasti mengundang bencana. Kita semua sudah jelas terhadap prinsip ini. Namun kita sering mengabaikannya. Demikianlah makhluk awam batinnya tidak stabil. Ketika mendengarnya saat ini, kita seakan mengerti tentang prinsip kebenaran itu. Berselang beberapa waktu, setelah menghadapi banyak orang atau berbagai hal yang merisaukan, kegelapan batinpun bangkit kembali.

Setelah hal yang tak menyenangkan berlalu, jika kita terus menyimpannya di dalam hati, maka ia akan menjadi sebutir benih. Begitu benih ini dan kondisi pendukung bertemu, ia akan menyebabkan luka yang lebih besar. Berhubung kita ingin memutus noda batin, maka kita harus memutusnya secara menyeluruh. Apa masalah yang ada saat ini, kita selesaikan saat ini juga. Singkat kata dalam hubungan antarmanusia, janganlah kita sering memupuk rasa dendam dan kebencian.

Kita harus menjalin jodoh yang baik dengan orang lain. Jangan menjalin jodoh buruk, kita harus menjalin jodoh baik. Jadi, bagaimana kita dapat menjalin jodoh baik ? Dengan memiliki rasa syukur. Meskipun pihak lain membawa kesulitan bagi kita dan kita jelas-jelas tahu akan hal itu, tatapi kita harus tetap bersyukur. Kita harus mengembangkan rasa syukur ini karena dengan adanya mereka yang menyulitkan kita, kita baru dapat menumbuhkan kebijaksanaan kita, kita baru bisa mengetahui seberapa kuat kesabaran dan ketahanan kita serta seberapa lapang hati kita. Kita harus bersyukur terhadap semua orang. Orang seperti apapun harus kita hormati. Terhadap siapapun kita harus mengasihi.  Dengan demikian,  maka pelatihan diri kita dalam kehidupan ini akan menjadi banyak benih atau di sebut benih sebab. Dengan benih ini, kelak kita akan membawa pikiran yang murni dan hati yang lapang.

Segala sesuatu terwujud karena perpaduan antara sebab dan kondisi. Saat sebab dan kondisi terpisah, maka efek tidak akan ada. Jadi, praktisi Buddhis harus memahami bahwa segala sesuatu tak memiliki sifat sejati dan segala sesuatu pada hakikatnya kosong.

Pertama, mereka yang mengamati sebab dan kondisi dapat menyadari bahwa segala sesuatu tidak memiliki sifat sejati.
Kedua, mereka yang mengamati buah dan akibat dapat memiliki rasa takut akan penderitaan panjang di alam-alam rendah.

Berikutnya adalah pengamatan pada buah dan akibat. Sebelumnya kita membahas perpaduan sebab dan kondisi. Tanpa adanya perpaduan itu, segala sesuatu tak akan terwujud. Dengan perpaduan sebab dan kondisi, barulah segala sesuatu terwujud. Jadi, kita harus memandang serius sebab dan kondisi. Berikutnya, buah dan akibat juga harus kita pandang serius. Dengan adanya sebab dan kondisi, pasti ada buah dan akibat. Karena itu kita harus meningkatkan kewaspadaan. Ketahuilah bahwa kita harus takut terhadap akibat. Kita harus memahami hukum sebab akibat. Kita harus mengerti untuk takut, karena begitu kita terjerumus pada perbuatan jahat, maka d dunia ini akan ada banyak jebakan yang tak dapat kita kendalikan. Begitu pikiran bergejolak, kita akan mudah menciptakan karma lewat ucapan, tubuh dan pikiran. Begitu pikiran bergejolak, tubuh kita akan melakukan tindakan. Segala ucapan kita juga akan menciptakan karma.  Jadi, kita harus meningkatkan kewaspadaan. Jangan biarkan pikiran kita bergejolak.

Kita membutuhkan sebab dan kondisi. Saat sebab dan kondisi berpadu, barulah ada kemungkinan. Jika sebab dan kondisi tidak berpadu, maka meski tahu sesuatu itu amat menderita, kita tidak berdaya untuk membantunya. Intinya buah dan akibat bermula dari sebab dan kondisi. Untuk mengubah buah dan akibat berupa penderitaan, kita juga harus memiliki sebab dan kondisi yang baik. Inilah yang disebut sebab akibat.   Jadi, kita harus tahu bahwa  segala sesuatu pada hakikatnya kosong, bergantung pada sebab dan kondisi. Jika sebab dan kondisi terpisah, maka efek tidak akan ada. Buah dan akibat timbul karena bertemunya sebab dan kondisi. Sebab akibat ini tak akan dapat dihindari. Setelah menciptakan karma buruk, manusia bisa jatuh ke alam rendah. Tiada yang dapat membantu. Hingga buah karma ini habis diterima. Mereka masih harus menerima buah karma sisa di alam manusia dan hidup menderita. Jadi, saudara sekalian, dalam mempelajari ajaran Buddha, pertama, kita harus mengamati sebab dan kondisi; kedua kita harus mengamati buah dan akibat. Di dunia ini kita dapat melihat banyak penderitaan. Karena itu, saya sering berpesan agar kita dapat menyadari berkah setelah melihat penderitaan. Setelah menyadari berkah, kita harus menghargai berkah dan kembali menciptakan berkah. Kita harus menanam benih atau sebab yang baik dan menjalin jodoh atau kondisi yang baik pula agar kelak kita tak perlu khawatir terhadap alam rendah yang menakutkan. Jadi, harap semua selalu bersungguh hati.

Demikianlah diintisarikan dari Sanubari Teduh – Empat Jenis Pengamatan – Bagian 2 (336) https://youtu.be/B8HAYhgFRW0

 Sanubari Teduh : Disiarkan di Stasiun Televisi Cinta Kasih DAAITV INDONESIA :
Setiap Minggu 05.30 WIB ; Tayang ulang: Sabtu 05.30 WIB

Channel  Jakarta 59 UHF, Medan 49 UHF
TV Online : https://www.mivo.com/#/live/daaitv

GATHA PELIMPAHAN JASA
Semoga mengikis habis Tiga Rintangan
Semoga memperoleh kebijaksanaan dan memahami kebenaran
Semoga seluruh rintangan lenyap adanya
Dari kehidupan ke kehidupan senantiasa berjalan di Jalan Bodhisattva