Sanubari Teduh – Membalas Empat Budi Besar

 

Saudara se-Dharma sekalian,   pada saat hening dan tenang seperti ini, adakah rasa syukur di dalam pikiran kita? Hidup di dunia ini, kita tidak boleh menjalaninya tanpa bersyukur, terutama bagi kita praktisi Buddhis. Mari kita mengingat kembali, sejak pertama saat dilahirkan, kita disambut dengan penuh sukacita di dunia ini oleh orang tua kita dan menerima banyak perhatian, tubuh kita dibersihkan dengan air, sehelai selimut dibungkuskan di badan kita, susu di berikan untuk kita, dll. Sejak saat dilahirkan, kita telah terus menerus menerima segala sesuatu yang menopang kehidupan sehingga tidak kekurangan dan mampu bertahan. Terlebih lagi banyak orang yang telah melindungi, membimbing dan mendidik kita. Banyak sekali yang harus disyukuri.

 

Budi luhur orang tua, guru dan semua makhluk, tidakkah harus kita syukuri ? Terlebih lagi sebagai praktisi, kita telah tumbuh dewasa dengan selamat, memiliki kesempatan mendengar ajaran Buddha. Dari ajaran Buddha yang kita pelajari, betapa banyak kebenaran yang dapat kita pahami. Ini memungkinkan kita memahami hukum yang berlaku di alam semesta dan menyadari luar biasanya kehidupan. Kita jadi paham bahwa benda materi mengalami proses terbentuk, berlangsung, rusak, hancur, bahwa pikiran timbul, berlangsung, berubah, lenyap; dan bahwa kehidupan mengalami lahir, tua, sakit dan mati. Dapat memahami semua kebenaran ini, kita harus bersyukur pada Tiga Permata.

 

Praktisi Buddhis berkewajiban membalas empat Budi Besar, yaitu: Budi Orang Tua, Budi Guru, Budi Semua makhluk dan Budi Tiga Permata.

Ini adalah berkat kebijaksanaan Buddha yang Beliau capai dengan mengamati berbagai fenomena di alam semesta hingga mencapai penerangan sempurna. Dharma dibabarkan oleh Buddha dan diwariskan terus menerus. Untuk semua ini, kita hendaknya bersyukur. Buddha tidak hanya datang sekali saja. Saya sering membahas tentang satuan kalpa yang tak terhingga.  Artinya, tak dapat disebutkan secara pasti berapa kehidupan Buddha datang ke Dunia Saha. Jadi, kini apakah semua menganggap bahwa Buddha telah meninggalkan dunia ini atau terpikir Buddha hidup lebih dari 2000 tahun lalu, apa kaitannya dengan kita sekarang ?  Tentu saja masih ada kaitannya dengan kita. Lebih 2000 tahun yang lalu Buddha membabarkan Dharma. Saya kerap menyebut Sravaka dan Pratyekabuddha, terutama Pratyekabuddha.  Sravaka adalah mereka yang mendengar Dharma yang dibabarkan semasa Buddha hidup dan kemudian memperoleh pencerahan. Karena itu di sebut Sravaka atau “pendengar”.

 

Pratyekabuddha hidup di zaman ketiks Budda tidak ada di dunia. Karena itu disebut “yang tercerahkan sendiri”. Mereka mengamati perubahan musim dan fenomena. Dari sini mereka menyadari 12 Rangkaian Sebab Akibat.

 

Manfaatkan kehidupan saat ini untuk melatih diri dengan berani dan bersemangat, bekerja keras dan tahan derita, serta membangkitkan jiwa kebijaksanaan hingga memperoleh buah pencapaian Demikianlah cara membalas budi Buddha.

 

Saudara sekalian, balas budi sangatlah penting. Jika tidak memiliki hati yang mengingat budi, kita tak akan dapat memahami dan menghargai tumbuhnya jiwa kebijaksanaan kita, pun tak dapat mengemban misi Tiga Permata demi perkembangan jiwa kebijaksanaan kita. Meski kita mengemban misi Buddha selama berkalpa kalpa, kita tak akan mampu membalas budi Buddha karena mencapai tanah Buddha adalah pencapai pribadi kita, namun jika kita dapat berbuat sesuai ajaran Buddha, itu juga termasuk membalas jasa Tiga Permata dan Buddha. Untuk itu, semua harus selalu bersungguh hati.

 

Demikianlah diintisarikan dari Sanubari Teduh – Membalas Empat Budi Besar – 067  https://youtu.be/5ly681EKPu4

 

 

Sanubari Teduh : Disiarkan di Stasiun Televisi Cinta Kasih DAAITV INDONESIA :
Setiap Minggu 05.30 WIB ; Tayang ulang: Sabtu 05.30 WIB

Channel  Jakarta 59 UHF, Medan 49 UHF
TV Online : https://www.mivo.com/#/live/daaitv

 

 

GATHA PELIMPAHAN JASA
Semoga mengikis habis Tiga Rintangan
Semoga memperoleh kebijaksanaan dan memahami kebenaran
Semoga seluruh rintangan lenyap adanya
Dari kehidupan ke kehidupan senantiasa berjalan di Jalan Bodhisattva