Saudara se-Dharma sekalian, kita telah sampai di tahun yang baru dan semua orang saling mengucap selamat. “Selamat Tahun Baru” Saat bertemu orang “Semoga semuanya berjalan lancar. “ Satu tahun terdiri dari 365 hari. Jika kita hanya sehari atau lima hari mengucapkan selamat kepada orang atau mendoakan orang lain. Berarti masih
ada 360 hari. Bukankah kita
harus melakukan
hal yang sama ?
Bukankah kita
harus mengembangkan setiap hari dan
setiap saat serta
senantiasa
memiliki hati penuh
rasa syukur untuk
menghadapi orang dan hal ? Dalam setiap jam, kita harus memiliki rasa syukur.

Saudara sekalian, di dalam syair Pertobatan Air Samadhi, bukankah kita diajarkan untuk menyucikan batin kita ? Dharma bagaikan air, kita semua arus ingat
hal ini. Dharma
bagaikan air yang dapat mencuci bersih kekotoran batin kita. Hal-hal kemarin sudah berlalu. Hari ini adalah hal yang baru. Mungkin saja kemaren kita mengalami gesekan dengan orang lain. Mungkin saja ada ganjalan di dalam hati atau rasa benci yang masih tersimpan. Apakah seharusnya
begitu? Tidak. Kita harus senantiasa berinstrospeksi. Bukan hanya harus bertobat, kita juga harus mengingatkan diri sendiri, mengapa hal itu bisa terjadi ? Mengapa ada ketidakharmonisan dengan orang lain ? Apakah kita yang tidak bisa harmonis
dengan orang
ataukah orang lain
tidak bekerjasama dengan kita ? Keharmonisan dan kesatuan tentu merupakan usaha dua orang atau lebih. Inilah keharmonisan.

Jika manusia tidak saling membina keharmonisan, sepert pada aksara Tionghoa. Huruf “manusia” tak akan bisa ditulis. Huruf “Manusia” hanya terdiri dua garis. Namun jika garis ini tidak menyatu atau tidak saling menempel, maka tidak akan menjadi huruf “manusia”. Huruf “bersatu” juga tidak akan jadi. Meski hanya dua garis sederhana, dua garis harus menyatu untuk membentuk huruf “manusia”. Jika terpisah ia menjadi huruf “delapan”. “Delapan” harus menjadi Jalan Mulia bruas Delapan.

Dalam mempelajari ajaran Buddha, kita harus meneladani Buddha. Orang dahulu berkata “Buddha bukanlah manusia” Bukan manusia , itu kata orang zaman dahulu. Mengapa bukan disebut manusia. “Buddha” dalam aksara Tionghoa terdiri atas “manusia” dan “bukan”. Artinya Buddha bukan manusia. Kalau begitu apa maksudnya ? Bukan manusia awam. Buddha telah melampaui tataran awam dan berada dalam kesucian. Beliau adalah orang suci. Jadi, orang suci juga harus mempraktikkan Jalan Mulia Beruas Delapan.

Apakah pikiran kita senantiasa benar? Apakah pemikiran kita lurus ? Apakah pemikiran kita benar ? Dalam bermata pencaharian, apakah kita memiliki mata pencaharian benar? Semuanya adalah delapan.

Jalan Mulia Beruas Delapan :

  1. Pandangan Benar
  2. Pikiran Benar
  3. Ucapan Benar
  4. Perbuatan Benar
  5. Penghidupan Benar
  6. Usaha Benar
  7. Perhatian Benar
  8. Konsentrasi Benar

Saudara sekalian dalam mempelajari ajaran Buddha, untuk melampaui tataran awam menujuh kesucian memang sesederhana itu. Dari aksara Tionghoa kita bisa mempelajari filosofi bahwa guratan huruf “delapan” harus menyatu, untuk bisa menjadi huruf “manusia”. Huruf “delapan” juga harus menyatu untuk membentuk huruf “keharmonisan”. Jadi kita harus menggunakan pikiran sederhana. Sederhana untuk melihat makna pembentukan aksara serta menjelaskan ajaran Buddha dengan pikian yang sederhana pula. Dengan demikian kita dapat menemukan ada kebenaran di balik setiap aksara. Jadi, setiap aksara menyimpan kebenaran di dalamnya. Kebenaran ini harus kita pelajari. Kesadaran diperoleh dari praktik nyata. Jika tidak melakukan praktik nyata, kita tak akan mencapai pencerahan.

Jadi, dalam jenjang pendidikan akademik, kita mengenal sekolah dasar, menengah dan tinggi. Begitupula, ada kesadaran dasar, menengah dan tinggi. Jika kita ingin mengetahui banyak hal, seseorang arus diajarkan lebih banyak. Semakin dia banyak belajar, hal yang di pahaminya pun semakin banyak. Jadi, kita belajar saat menjalankan praktik dan memperoleh kesadaran dari proses belajar. Karena itu, saya sering mengatakan kebenaran senantiasa sama. Kita harus memahami kebenaran yang dalam dari kehidupan sehari-hari yang sederhana. Kebenaran pada dasarnya begitu sederhana.

Belajar di kala melakukan praktik; memperoleh kesadaran di kala belajar. Dalam kehidupan sehari-hari sederhana kita memahami kebenaran yang menakjubkan. Dengan demikian, barulah kita dapat mencapai penyadaran dan pencerahan agung .

Jagalah hati untuk selalu baru sehingga pikiran terjaga selama 365 hari. Dengan pola pikir seperti ini, kita mengikis dan membersihkan noda batin setiap hari. Inilah “pergantian tahun” bagi Praktisi yang melatih diri.

Saat bangun tidur setiap hari, kita hendaknya memiliki rasa syukur. Dapat bersumbangsih berkat tubuh dan batin yang berada dalam keleluasaan merupakan berkah.

Jadi, memiliki tubuh yang sehat, batin yang lapang dan terbuka, serta kebijaksanaan yang cukup. Kita hendaknya bersumbangsih. Bersumbangsih saat memiliki kekuatan merupakan wujud balas budi. Jadi orang yang mampu membalas budi adalah orang yang penuh paling berkah. Semoga di tahun baru, kita selalu diliputi kebaikan, berkah dan kebijaksanaan. Untuk mencapia itu kita harus mulai dari menjaga pikiran. Jika kita memulai menjaga pikiran dan senantiasa menjaganya agar selalu baru, bagaimana mungkin setahun kedepan akan dilalui dengan penuh kebaikan, berkah dan kebijaksanaan? Hari ini adalah sebuah kesempatan. Haap semua orang ingat untuk sunguh-sungguh membenahi batin. Dengan mengubah pikiran, tekad satu detik bisa menjadi seumur hidup. Harap semua lebih bersungguh hati.

Demikianlah dikutip dari video Sanubari Teduh – Menjaga Pikiran di Tahun Baru (498) https://youtu.be/I-P4hz9D_2c

Sanubari Teduh : Disiarkan di Stasiun Televisi Cinta Kasih DAAITV INDONESIA : Setiap Minggu 05.30 WIB ; Tayang ulang: Sabtu 05.30 WIB
Channel Jakarta 59 UHF, Medan 49 UHF
TV Online : https://www.mivo.com/live/daaitv

GATHA PELIMPAHAN JASA
Semoga mengikis habis Tiga Rintangan
Semoga memperoleh kebijaksanaan dan memahami kebenaran
Semoga seluruh rintangan lenyap adanya
Dari kehidupan ke kehidupan senantiasa berjalan di Jalan Bodhisattva