Sanubari Teduh – Sembilan Belenggu – Bagian 8 (226)

Video : https://youtu.be/5x67lkUU25c

Kita terus membahas sembilan belenggu, belenggu demi belenggu menjerat batin kita, sulit untuk melepaskan belenggu ini. Saya membabarkan ini kepada kalian, kalianpun mendengarkan, saya yang membabarkan, entah apakah sudah terlepas dari kebelenguan, saya sendiri tidak tahu. Namun kalian yang mendengarkan apakah sudah lepas dari belenggu, saya lebih tidak tahu. Akan tetapi, yang harus saya babarkan akan saya babarkan. Yang harus kalian dengar, haruslah segera kalian dengar, Orang yang membabarkan harus selalu berinstropeksi, apakah saat berbicara  tentang hal ini, dalam batin masih ada belenggu, saya harus selalu berinstropeksi diri. Melatih diri, sesungguhnya bagai membersihkan batin, dari noda batin dan kegelapan yang menumpuk. Jika kita membersihkan nya sedikit demi sedikit dan tidak membiarkan kotoran baru masuk, maka lama-kelamaan batin kita akan bersih. Jadi kita harus selalu berinstropeksi, baik yang mendengar atau membabarkan.

 

Hari ini kita akan membahas belenggu kedelapan, yakni belengu kedengkian. Dengki berarti iri hati. Saudara sekalian, sifat iri hati mungkin sudah ada sejak kita dilahirkan, kita harus berlatih melapangkan hati. Saat orang lain mencapai  harapan, kita harus turut bersuka cita. Melihat orang-orang dapat melewati hari-hari yang bahagia, kita juga harus berbahagia untuk mereka. Apakah setiap orang memiliki, pikiran seperti ini ? Sulit, karena orang memiliki pikiran diskriminatif. Jika menyukai seseorang, kita akan berusaha menjaganya dan berusaha mendukungnya secara penuh. Tetapi jika tidak suka dengan seseorang, maka begitu mendengar kata baik tentangnya. Kita mulai merasa tidak senang dan mulai risau. Inilah sifat yang selalu kita pegang. Batin makhluk awan sangat rentan. Kita hendaknya melapangkan hati  dan merangkul semua makhluk di dunia. Kita hendaknya berkorban untuk mendukung pencapaian orang lain. Untuk itu, jika kurang keberanian, kita tak akan mampu melakukannya.

 

Rasa rendah diri mudah membangkitkan kedengkian dan rasa iri hati, membuat batin terbelenggu dan risau. Hanya berpegangan pada jalan yang benar dan menjaga niat untuk membawa manfaat bagi semua makhluk, barulah bisa merasakan ketenangan dan kedamaian.   Sifat iri hati manusia timbul dari sesuatu yang tak berwujud, sejak kecil kita sudah memilikinya.

Rasa iri hati ini mudah sekali muncul, jadi kita harus belajar melapangkan hati. Kita harus berpikiran terbuka dan belajar melepas. Dengan begitu, barulah bisa merasa tenang dan damai. Jadi kita harus menumbuhkan rasa hormat dan dapat mendukung pencapaian orang lain. Saat melihat orang lain bersuka cita, kita juga turut bersuka cita. Kita turut bersuka cita saat orang di puji, ini juga merupakan kebajikan. Apakah sulit bersikap seperti itu ? Sesungguhnya, sama sekali tidak sulit, alangkah baiknya jika kita lebih banyak bersuka cita. Namun makhluk hidup sulit bersikap begitu.

 

 

Mereka sulit memuji orang saat orang lain berhasil. Sutra Buddha mengatakan ” Akibat kedengkian yang timbul karena melihat keuntungan dan kekayaan orang lain, semua makluk mengembangkan ketidakbaikan. Ini mengakibatkan mereka terombang-ambing dalam penderitaan kelahiran kembali.  Kita bisa melihat bahwa orang pada umumnya memiliki ketamakan. Karena itu manusia cenderung ingin diistimewahkan.

 

 

Jika tidak memiliki ketamakan dan nafsu, mereka tidak akan memiliki sifat iri hati. Melihat orang lain hidup penuh dengan kekayaan, dengan kedudukan yang terus meningkat, harta yang terus bertambah dan nama yang semakin terkenal, dalam hati mereka  timbul rasa iri. Ini akan membuat mereka menderita. Iri hati bisa menimbulkan fitnah. Manusia yang merasa sangat iri sedikit banyak akan merasa risau saat orang lain dipuji dan akan mencari cara untuk menfitnahnya.

 

 

Konfusius juga berkata “Ingin membuat diri berhasil, terlebih dahulu dukunglah orang lain untuk berhasil”  JIka dapat berpandangan terbuka, saat melihat orang lain, memiliki kedudukan, reputasi dan harta, kita tidak seharusnya merasa iri. Kita harus berpikir bahwa kita memang berharap juga dapat berhasil, tetapi sebelum berhasil, kita juga harus mendukung keberhasilan orang lain. Sebuah puncak Piramida berdiri bukankah berkat tumpukan batu dibawahnya ? Jika tidak dibangun dari bawah, bagaimana mungkin puncaknya dapat berdiri ? Karena itu kita harus terlebih dahulu mendukung pencapaian orang lain. Maka kualitas diri kita meningkat. Karena itu ada ungkapan berbunyi “Orang yang tanpa pamrih, budi pekertinya tinggi dengan sendirinya” Kita tak perlu mendapat apa-apa, kita hendaknya segera mendukung orang lain. Namun kita jangan berpikir ingin mendukung orang, agar kualitas kita meningkat. Dengan begitu dalam hati kita. Tak akan muncul rasa tidak senang yang akan mengarah pada karma buruk ucapan secara tak sengaja dan merintangi jalan orang lain. Karma buruk ini adalah ketidakbaikan.

 

Melihat orang lain berbuat kebajikan, kita bukannya memuji dan bersuka cita malah memfitnah dan merasa iri. Banyak orang berkata “Untuk apa dia menolong orang ? ” Dia sendiri aja masih perlu ditolong,  “Untuk apa dia menolong orang lain ? “Orang-orang yang berkata seperti ini tidak mengerti sukacita dalam membantu orang lain. Jika saat kita memberi satu, saat memiliki sepuluh, maka kita akan berbahagia. Jika kita tidak mampu melepas berarti kita tidak pernah puas, bagai kekurangan sembilan saat memiliki satu.   Ini sangat menderita,  ini adalah sifat tamak dan kikir. Jadi kita harus menyelaraskan pikiran sendiri.

 

 

Buddha mengajarkan welas asih kepada kita dengan harapan agar kita semua berbahagia dan memperoleh pencapaian. Buddha mengajarkan kepada kita untuk iba terhadap penderitaan semua makhluk. Kita ingin menolong semua makhluk. Namun jika hati kita sempit, penuh rasa iri, dan picik bagaimana kita bisa mempelajari kebenaran ? ini tidak mungkin. Inilah rasa iri dan dengki yang menghalangi pelatihan diri kita.

 

Akibat nafsu keinginan, manusia melakukan berbagai kesalahan dan membangkitkan kekeruhan dalam batin. Sehingga tidak dapat melihat jalan kebenaran (Sutra Empat puluh Dua Bagian)

 

Kalian para Sramana hendaknya melepas nafsu keinginan. saat nafsu keinginan lenyap, jalan kebenaraan akan terlihat (Sutra Empat puluh Dua Bagian)

 

 

Mempelajari Ajaran Buddha berarti harus bersungguh-sungguh menjaga pikiran dengan baik. Lengah sedikit saja mungkin tabiat buruk yang kita bawa sejak lahir, seperti kedengkian, perlahan-lahan akan tumbuh dan terus berkembang. Mungkin sejak kehidupan lampau kita sudah memupuk tabiat buruk ini, maka tabiat buruk ini, bisa terbawa dalam kehidupan kita sehari-hari dan terwujud dalam perbuatan tanpa disadari. Karena itu kita harus bersungguh hati.

Demikianlah diintisarikan dari Video Sanubari Teduh – Sembilan Belenggu – Bagian 8 (226) https://youtu.be/5x67lkUU25c

 Sanubari Teduh : Disiarkan di Stasiun Televisi Cinta Kasih DAAITV INDONESIA : Setiap Minggu 05.30 WIB ; Tayang ulang: Sabtu 05.30 WIB

Channel  Jakarta 59 UHF, Medan 49 UHF
TV Online : https://www.mivo.com/#/live/daaitv

GATHA PELIMPAHAN JASA
Semoga mengikis habis Tiga Rintangan
Semoga memperoleh kebijaksanaan dan memahami kebenaran
Semoga seluruh rintangan lenyap adanya
Dari kehidupan ke kehidupan senantiasa berjalan di Jalan Bodhisattva