Sanubari Teduh – Sembilan Belenggu – Bagian 9 (227)

 

Video : https://youtu.be/NkWfr9KjHEg

 

Saudara sekalian, kapankah kita disebut hidup ? Saat memiliki perasaan. Dimanakah nilainya ? Bisa bersumbangsih, bisa rukun di dalam masyarakat, inilah yang dinamakn bernilai. Jika hidup hanya demi diri sendiri dan selalu tamak akan kenikmatan, maka kita sulit untuk berbaur di masyarakat karena ini menunjukkan bahwa anda hanya memikirkan diri sendiri. Jika tidak berniat membuang tabiat buruk serta memasuki ladang pelatihan diri untuk bersama-sama melatih diri dengan rukun, bagaimana mungkin mencapai keberhasilan ? Tidak mungkin.

 

Saudara sekalian, setiap hari kita hendaknya membuat langkah pertama untuk melatih diri. Saudara sekalian, mempelajari ajaran Buddha di mulai dari pikiran. Jangan sampai pikiran ini terbelenggu. Jangan sampai kita yang berada di ladang pelatihan tidak ingin mencari jalan pembebasan. Jika begitu, maka timbunan karma buruk akan selalu membelengu kita tanpa henti dan tidak dapat dikikis. Bukan hanya tidak dapat dikikis, timbunan karma ini juga membelenggu kita. Kita harus sangat memperhatikan kehidupan kita. Jadi, kita tidak boleh memiliki ketamakan, karena ketamakan dapat membuat kita tidak bisa melangkah maju.

 

Kini kita membahas belenggu yang kesembilan yang berhubungan dengan ketamakan. Belenggu kesembilan adalah kekikiran. Kikir berarti pelit. Ini juga termasuk ketamakan. Jadi dalam melatih diri. Langkah pertama adalah melepaskan tabiat buruk. Kita dapat mengetahui bahwa jika kita tidak rela melepas tabiat buruk dan berjalan dijalan benar, maka tiada lagi yang bisa dibahas.

 

Jadi sekarang kita akan membahas tentang kekikiran. dikatakan, “Akibat kemelekatan pada keuntungan dan  persembahan, semua makhluk kikir atas alat penyokong kehidupan, tidak mampu melepas dan berdana, serta mengembangkan ketidakbaikkan. Ini membuat mereka terus terombang-ambing dalam penderitaan kelahiran kembali.

 

Melepas sedikit noda batin, akan mendapat sedikit kemurnian; merelakan sedikit harta kekayaan akan mendapat sedikit ketenangan. Dengan belajar untuk melepas, barulah bisa benar-benar melatih diri. Jadi, jika kita tidak melepas, kerisauan akibat tamak menumpuk didalam hati, jika kita tidak mampu merelakan. maka saat melihat banyak makhluk yang menderita, kita tidak dapat mengembangkan cinta kasih.

 

Jika kita tidak melakukan kebajikan maka akan mengarah pada kejahatan. Jika tidak  mau tekun dan bersemangat, kita akan menjadi malas dan mengalami kemunduran. Semuanya memiliki konsekuensi.  Jika tidak rela melepas. kita akan tamak dan kikir. Ini adalah kebenaran yang pasti. Jadi dalam mempelajari ajaran Buddha, kita harus maju selangkah demi selangkah.

 

” Aku Melihat manusia di dunia memiliki kekayaan, tetapi bodoh dan tidak rela memberi. Berharap memperoleh lebih banyak setelah memperoleh kekayaan, terus menimbun harta dengan tamak dan kikir ”( Madyamagama ).

Buddha mengatakan demikianlah manusia, memiliki kekayaan dan memiliki banyak benda, tetapi dipenuhi kebodohan. Mengenai ketamakan, kebencian dan kebodohan, bodoh berarti tidak memiliki kebijaksanaan. Manusia mengira harta kekayaan duniawi bisa selamanya dimiliki. Kehidupan manusia tidaklah kekal. Saudara sekalian untuk memperindah ladang pelatihan, setiap orang harus tekun dan bersemangat. Jika berharap masyarakat harmonis, maka kita harus bebas dari ketamakan. Jadi jangan ada ketamakan dan kekikiran dalam hati kita. Saudara sekalian, satu kata tamak bisa ada saat tidur hingga berbisnis. Benar, semua ini ada dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu kita hendaknya selalu bersungguh hati.

Demikianlah diintisarikan dari Video Sanubari Teduh – Sembilan Belenggu – Bagian 9 (227) https://youtu.be/NkWfr9KjHEg

 

Sanubari Teduh : Disiarkan di Stasiun Televisi Cinta Kasih DAAITV INDONESIA : Setiap Minggu 05.30 WIB ; Tayang ulang: Sabtu 05.30 WIB

Channel  Jakarta 59 UHF, Medan 49 UHF
TV Online : https://www.mivo.com/#/live/daaitv

 

 

GATHA PELIMPAHAN JASA
Semoga mengikis habis Tiga Rintangan
Semoga memperoleh kebijaksanaan dan memahami kebenaran
Semoga seluruh rintangan lenyap adanya
Dari kehidupan ke kehidupan senantiasa berjalan di Jalan Bodhisattva